welcome to my blog

Minggu, 25 Mei 2014

model pembelajaran mmelalui media elektronik


(TUGAS INDIVIDU IV)
PENGENALAN MODEL PEMBELAJARAN MELALUI ICT
MODEL PEMBELAJARAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK

            Wahana utama dalam pengembangan sumber daya manusia adalah pendidikan dan pelatihan. Namun bila memperhatikan keadaan geografi, sosial-ekonomi dan beragamnya kebudayaan Indonesia, maka jelaslah bahwa sudah tidak memadai lagi (tidak praktis) apabila hanya mengandalkan cara-cara pemecahan tradisional semata. Karena itu, berbagai strategi alternatif yang berkaitan dengan permasalahan perlu dijajagi, dikaji dan diterapkan.
Dalam era global seperti sekarang ini, setuju atau tidak, mau atau tidak mau, harus berhubungan dengan teknologi khususnya teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena teknologi tersebut telah mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak ‘gagap’ teknologi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa siapa yang terlambat menguasai informasi, maka terlambat pulalah memperoleh kesempatan-kesempatan untuk maju.
Informasi sudah merupakan ‘komoditi’ sebagai layaknya barang ekonomi yang lain. Peran informasi menjadi kian besar dan nyata dalam dunia modern seperti sekarang ini. Hal ini bisa dimengerti karena masyarakat sekarang menuju pada era masyarakat informasi (information age) atau masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society). Oleh karena itu tidak mengherankan kalau ada perguruan tinggi yang menawarkan jurusan informasi atau teknologi informasi, maka perguruan tinggi tersebut berkembang menjadi pesat.
Kecepatan yang diiringi dengan tuntutan kebutuhan dapat memberikan sumbangan potensial pada sektor pendidikan dan pelatihan. Potensi positif yang dimiliki teknologi tidak saja meningkatkan efesiensi dan efektifitas serta keluwesan proses pembelajaran, tetapi juga berdampak pada pengembangan materi, pergeseran peran guru/pelatih dan semakin berkembangnya otonomi peserta didik.
Salah satu model pembelajaran yang ditawarkan adalah model inovasi e-learning. e-Learning atau electronic learning kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda-beda dengan e-learning, namun pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa elektronika sebagai alat bantunya.
A.    Pengertian E-learning
E-Learning memang merupakan suatu teknologi pembelajaran yang relatif baru di Indonesia. Untuk menyederhanakan istilah, maka electronic learning disingkat menjadi e-learning. Kata ini terdiri dari dua bagian, yaitu ‘e’ yang merupakan singkatan dari ‘electronica’ dan ‘learning’ yang berarti ‘pembelajaran’.  e-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika. Jadi dalam pelaksanaannya e-learning menggunakan jasa audio, video atau perangkat komputer atau kombinasi dari ketiganya.
Namun perlu disadari bahwa pemanfaatan e-Learning dalam pembelajaran ini membutuhkan jaringan listrik. Pada sisi lain keadaan wilayah Indonesia yang sangat luas dan penduduk yang banyak, belum semuanya dapat menikmati aliran listrik. Dengan demikian penggunaan pembelajaran berbasis e-Learning ini hanya dapat dinikmati oleh penduduk yang di wilayahnya sudah tersedia jaringan listrik.
Dalam berbagai literatur, e-learning didefinisikan sebagai berikut:
e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Media elektronik adalah media yang menyampaikan informasi melalui media elektronik.
Dengan demikian, e-learning adalah pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape, transmisi satelite atau komputer. Namun perlu diingat bahwa pemanfaatan satelit dan komputer menyajikan peluang yang hanya akan mungkin dapat diwujudkan apabila investasi penting telah dilaksanakan untuk melatih tenaga di semua tingkat, membiayai pengembangan materi dalam berbagai media, dan memberikan kepastian akan kemudahan akses bagi masyarakat yang menjadi sasaran
Terdapat beberapa pandangan yang mengarah kepada definisi E-Learning
diantaranya :
1.      E-Learning adalah konvergensi antara belajar dan internet (Bank of America
Securities).
2.      E-Learning menggunakan kekuatan dan jalinan kerja, terutama dapat terjadi dalam teknologi internet, tetapi juga dapat terjadi dalam jalinan kerja satelit dan pemuasan digital untuk keperluan pembelajaran (ellit Trossen).
3.      E-Learning adalah penggunaan jalinan kerja teknologi untuk mendesain, mengirim, memilih, mengorganisir pembelajaran (Elliut Masie).
4.      E-Learning adalah pembelajaran yang dapat terjadi di internet (Cisco System).
5.      E-Learning adalah dinamik, beroperasi pada waktu yang nyata, kolaborasi, individu, konperhensif (Greg Priest).
6.      E-Learning adalah pengiriman sesuatu melalui media elektronik termasuk internet, extranet, satelit broadcast, audio/video tape, televise interaktif dan cd-rom (Cornelia Weagen)
7.      E-Learning adalah keseluruhan variasi internet dan teknologi web untuk membuat, mengiri, dan memfasilitasi pembelajaran (Robert Peterson dan Piper Jafray)
8.      E-Learning menggunakan kekuatan dan jalinan kerja untuk pembelajaran dimanapun dan kapanpun (arista Knowledge System)
Umar Hamalik, Djamarah dan Sadiman dkk, mengelompokkan media ini berdasarkan jenisnya ke dalam beberapa jenis :
a.       Media auditif, menyampaikan informasi dengan mengandalkan suara
Contoh: radio, tape recorder
b.      Media visual, menyampaikan informasi dengan mengandalkan gambar
Contoh: kalkulator
c.       Media audiovisual, menyampaikan informasi dengan mengandalkan suara dan gambar.
Contoh: tv, laptop, video
B.     Konsep e-Learning
Sebelum e-learning lahir, yang populer lebih dulu ialah Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer Assisted Learning (CAL). Media yang digunakan berupa disket, PC (komputer pribadi) atau komputer mainframe yang diakses melalui work station lokal. Awalnya, konsep CAI dan CAL diarahkan untuk menggantikan peran guru. Namun, hal itu tidak mungkin dilakukan karena keterbatasan komputer diantaranya komputer tidak mampu memberikan interaksi sosial yang maksimal, sehingga kedua konsep itu dikombinasikan dengan guru. 
Setelah komputer terhubung ke jaringan (dan kini bahkan jaringan antar jaringan alias internet), istilahnya bergeser menjadi e-learning. Di situlah terjadi perubahan paradigma dari teaching menjadi learning. Dengan demikian, pemanfaatan e-Learning dipusatkan pada kegiatan belajar, bukan mengajar.
E-learning bukan sekadar bermain dan berselancar di dunia maya, klik sana-sini untuk pindah dari satu situs ke situs lain, men-download, berlatih, mencerna, menjawab pertanyaan, menemukan, dan menyebabkan dirinya berubah, menjadi lebih cerdas, menjadi dapat belajar lebih banyak lagi.
Banyak para ahli yang mendefinisikan e-learning sesuai sudut pandangnya. Karena e-learning kepanjangan dari elektronik learning ada yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pembelajaran yang memanfaatkan teknologi elektronik (radio, televisi, film, komputer, internet, dll). Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.
Secara lebih rinci Rosenberg (2001) mengkategorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-Learning, yaitu:
a.       e-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning, sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
b.      e-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones, pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
c.       e-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.
Uraian di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari e-Learning adalah pemanfaatan teknologi internet. e-learning merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital melalui teknologi internet. Oleh karena itu e-Learning dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-Learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model pembelajaran konvensional. Dalam hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-Learning sebagai berikut:
a.       e-Learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line.
b.      e-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
c.       e-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Pada dasarnya cara penyampaian atau cara pemberian (delivery system) dari e-Learning, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.      One way communication (komunikasi satu arah); dan
2.      Two way communication (komunikasi dua arah).
Komunikasi atau interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah. Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.      Dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous). Artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, murid dapat langsung mendengarkan; dan
2.      Dilaksanakan melalaui cara tidak langsung (a-synchronous). Misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum digunakan.

C.    Pemanfaatan e-Learning dalam Pembelajaran
Dunia pendidikan terimbas pula oleh pesatnya perkembangan jagat maya. Sekolah lewat internet menjadi sesuatu hal yang memungkinkan. e-learning, sebuah alternatif media pendidikan yang tidak mengenal ruang dan waktu.  Model sekolah lewat internet seharusnya ideal buat negeri kita.
Pemanfaatan e-learning tidak terlepas dari jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang tersedia di internet begitu lengkap, maka hal ini akan berpengaruhi terhadap tugas guru dalam proses pembelajaran. Dahulu, proses belajar mengajar didominasi oleh peran guru disebut the era of teacher, sementara siswa hanya mendengar penjelasan guru. Kemudian, proses belajar dan mengajar didominasi oleh peran guru dan buku (the era of teacher and book) dan pada saat ini  proses belajar dan mengajar didominasi oleh peran guru, buku dan teknologi (the era of teacher, book and technology).
Teknologi internet pada hakekatnya merupakan perkembangan dari teknologi komunikasi generasi sebelumnya. Media seperti radio, televisi, video, multi media, dan media lainnya telah digunakan dan dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan. Apalagi media internet yang memiliki sifat interaktif, bisa sebagai media massa dan interpersonal, dan sumber informasi dari berbagai penjuru dunia, sangat dimungkinkan menjadi media pendidikan lebih unggul dari generasi sebelumnya. Oleh karena itu Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
Dengan fasilitas yang dimilikinya, internet menurut Onno W. Purbo (1998) paling tidak,  ada tiga hal dampak positif penggunaan internet dalam pendidikan yaitu:
a.       Peserta didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah dimanapun di seluruh dunia tanpa batas institusi atau batas negara.
b.      Peserta didik dapat dengan mudah berguru pada para ahli di bidang yang diminatinya.
c.       Kuliah/belajar dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar. Di samping itu  saat ini hadir pula perpustakan internet yang lebih dinamis dan bisa digunakan di seluruh jagat raya.
Pendapat ini hampir senada dengan Budi Rahardjo (2002). Menurutnya, manfaat internet bagi pendidikan adalah dapat menjadi akses kepada sumber informasi, akses kepada nara sumber, dan sebagai media kerjasama. Akses kepada sumber informasi yaitu sebagai perpustakaan on-line, sumber literatur, akses hasil-hasil penelitian, dan akses kepada materi kuliah. Akses kepada nara sumber bisa dilakukan komunikasi tanpa harus bertemu secara fisik. Sedangkan sebagai media kerjasama internet bisa menjadi media untuk melakukan penelitian bersama atau membuat semacam makalah bersama.
Penelitian di Amerika Serikat tentang pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk keperluan pendidikan diketahui memberikan dampak positif (Pavlik, 19963)). Studi lainya dilakukan oleh Center for Applied Special Technology (CAST), “bahwa pemanfaatan internet sebagai media pendidikan menunjukan positif terhadap hasil belajar peserta didik4)”.
Walaupun masih banyak kendalanya, terlebih di Indonesia, kesenjangan mutu pendidikan antar-daerah seperti itu setidaknya bisa dijembatani dengan model sekolah lewat internet, e-learning. Syaratnya, mengubah paradigma teaching menjadi learning. Pembelajaran (learning) berbeda dengan pengajaran (teaching). Banyak definisi, redefinisi, atau kutipan mengenai learning. Intinya, belajar itu menyangkut perubahan terhadap diri-sendiri, mengubah perilaku, melakukan discovery (menguak apa yang semula tertutup). Pendeknya, belajar mengubah seseorang menjadi cerdas, bukan sekadar pintar. "Pintar" dan "cerdas" berbeda: smart people know from repetition of others. Intelligent people can figure it out by themselves.
Sedangkan dalam pengajaran guru atau instruktur memberikan waktu, energi, dan usaha untuk menyiapkan murid atau anak didik sesuai dengan tujuan instruksional. Guru memberi, murid menerima. Namun, orang yang diajar oleh guru atau melalui komputer belum tentu belajar, karena hasil belajar mensyaratkan adanya perubahan terhadap diri-sendiri.

D.    Model Pembelajaran Berbasis e-Learning
Pengembangan pembelajaran berbasis e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan yang diinginkan. Jika kita setuju bahwa e-learning di dalamnya juga termasuk pembelajaran berbasis internet, maka pendapat Haughey (1998) perlu dipertimbangkan dalam pengembangan e-learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course”. Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar tanpa tatap muka (jarak jauh) dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.
Hasil penelitian yang menguji penggunaan teknologi pembelajaran bagi siswa (dengan mengakses website yang merujuk pada tampilan powerpoint untuk catatan dan persiapan ujian) dan metode belajar yang relatif lebih tradisional (membaca buku teks dan mencatat di kelas dari buku), serta pengaruh strategi belajar terhadap nilai ujian mereka dan kehadiran di kelas, menunjukkan siswa yang digolongkan tinggi pada penggunaan teknologi dan  metode belajar tradisional menunjukkan prestasi dan kehadiran yang lebih tinggi daripada siswa yang digolongkan rendah dalam penggunaan kedua metode belajar yang menggunakan teknologi dan metode belajar tradisional. (Kathleen Debevec, 2006).
Model web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
Pengembangan e-learning tidak semata-mata hanya menyajikan materi pelajaran secara on-line saja, namun harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik belajar dihadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada , dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya.
Komunikasi atau interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah. Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.      Dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous). Artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, murid dapat langsung mendengarkan; dan
2.      Dilaksanakan melalaui cara tidak langsung (a-synchronous). Misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum digunakan.
Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya.
Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
Secara ringkas, e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet. Oleh karena itu e-leraning perlu mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan yang operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre test, membangkitkan motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang jelas, contoh-contoh kongkrit, problem solving, tanya jawab, diskusi, post test, sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-learning perlu melibatkan pihak terkait, antara lain: pengajar, ahli materi, ahli komunikasi, programmer, seniman, dan sebagainya.
Penerapan pembelajran melalui media elektronik
1.      Aspek NAM ( nilai agama dan moral) {di perlihatkan video yang berhubungan dengan NAM}
2.      Aspek motorik kasar dan halus ( anak menggerak-gerakkan mouse)
3.      Aspek kognitif ( menyebut bagian-bagian suatu gambar seperti gambar wajah orang, mobil, binatang, dan mengenal bagian-bagian tubuh)
4.      Aspek sosial emosional
5.      Aspek bahasa (memperdengarkan lagu-lagu anak melalui radio dll, dan menyuruh anak untuk menghapalkan lagu-lgu tersebut , danmembacakan dongeng)
E.     Kelebihan Dan Kekurangan e-Learning

Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain dapat disebutkan sbb:
a.       Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
b.      Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari;
c.       Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.
d.      Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
e.       Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
f.       Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif;
g.      Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain dapat disebutkan sbb:
a.        Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar;
b.      Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial;
c.       Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan;
d.      Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
e.       Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal;
f.       Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer);
g.      Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan soal-soal internet; dan
h.      Kurangnya penguasaan bahasa komputer.
Profil peserta e-Learning adalah seseorang yang (1) mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2) senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya, atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-Learning, serta yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan (Tucker, 2000).
Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun antara siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang siswa yang terbatas untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik ini, lingkungan pembelajaran elektronik dapat membantu membangun/mengembangkan “rasa bermasyarakat” di kalangan peserta didik sekalipun mereka terpisah jauh satu sama lain.
Guru atau instruktur dapat menugaskan peserta didik untuk bekerja dalam beberapa kelompok untuk mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang diberikan. Peserta didik yang menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama melalui fasilitas homepage atau web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat saling berkontribusi secara individual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan e-mail (Website kudos, 2002).
Concord Consortium (2002) (http://www.govhs.org/) mengemukakan bahwa pengalaman belajar melalui media elektronik semakin diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan bahwa mereka masing-masing adalah bagian dari suatu masyarakat peserta didik, yang berada dalam suatu lingkungan bersama. Dengan mengembangkan suatu komunitas dan hidup di dalamnya, peserta didik menjadi tidak lagi merasakan terisolasi di dalam media elektronik. Bahkan, mereka bekerja saling bahu-membahu untuk mendukung satu sama lain demi keberhasilan kelompok.
Lebih jauh dikemukakan bahwa di dalam kegiatan e-Learning, para guru dan peserta belajar mengungkapkan bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para peserta belajar sendiri mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang membina mereka belajar melalui kegiatan e-Learning. Di samping itu, para guru e-Learning ini juga aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua peserta didik melalui telepon dan email karena para orangtua ini merupakan mitra kerja dalam kegiatan e-Learning. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para peserta e-Learning.








Minggu, 18 Mei 2014

VIDEO LAGU LIHAT KEBUN KU


BERMAIN TEBAK-TEBAKAN











slide lagu lihat kebun ku







BERCERITA ( Serigala Berbulu Domba)







INTEGRASI ICT DALAM LINGKUP PAUD
1.      Keterkaitan ICT dalam PAUD
·         Bagaimana cara pemberian  IT pada Anak Usia Dini?
Teknologi bagaikan dua sisi mata uang yang berbeda, yang memiliki sisi positif dan negatif. Sehingga implementasinya pun akan berbeda pada setiap usia perkembangan anak. Pada anak usia dini 0 – 8 tahun sesuai dengan konvensi anak dunia, serta 0 – 6 tahun menurut konsep pendidikan yang ada di Indonesia, maka banyak cara mengenalkan teknologi pada anak usia dini, yaitu :
1.      Usia 0 – 2 tahun
Pada perkembangan anak usia ini, anak mulai belajar mendengar dan mengenal sekitarnya, dari rangsangan-rangsangan yang ditimbulkan melalui gerakan, serta suara.  Kemudian anak mulai menirukan ketika mereka mulai belajar berbicara.  Pemberian IT pada usia anak demikian, dapat melalui multimedia dengan cara diputarkan lagu-lagu rohani atau lagu anak.  Mengenalkan warna juga dapat melalui multimedia dengan memutarkan film-film kartun anak, yang tentunya mendidik. Mengapa? Karena film-film kartun saat ini pun memiliki unsur warna yang beragam, sehingga anak dapat mengenalnya walau tidak sekaligus, tetapi warna-warna yang dominan. Hal ini pun dapat membantu pembentukan karakter anak.
2.      Usia 3 – 4 tahun
Pada usia ini, anak mulai menggunakan  kalimat yang hampir lengkap, hal ini dapat dilihat dari cara mereka menanyakan sesuatu hal. Menurut Piaget, cara anak mengajukan pertanyaan menunjukkan perkembangan kognitif seorang anak. Pada anak yang berasal dari latar belakang orang tua otoriter,  anak kurang belajar berbicara, ketimbang dalam keluarga yang demokratis, dimana anak bukan saja belajar “mendengar” tetapi juga “didengar”.   Oleh karenannya penting diberikan IT melalui multimedia, dengan cara seperti pada usia anak 0 – 2 tahun, tetapi cara pembelajarannya sedikit meningkat disesuaikan dengan usia anak yang telah dapat menerima rangsangan lebih banyak.  Misalnya mulai diajarkan melafalkan ayat-ayat suci Al Qur’an, atau dikenalkan cerita-cerita Kitab Suci melalui film-film, tentu saja perlu pendampingan orang tua sehingga dapat terlihat sejauh mana anak mampu untuk belajar.  Semakin banyak kesempatan anak belajar untuk berbicara, dapat membantu anak menumbuhkan rasa percaya dirinya sehingga pada usia sekolah mereka dapat mengenalkan dan mengungkapkan dirinya secara lisan.

3.      Usia 5 – 6 tahun
Pada usia ini, pengenalan dunia IT sudah lebih meningkat. Pengenalan dapat berupa pengenalan perangkat keras komputer (hardware) yang bisa dilihat dan dipegang langsung oleh anak, misalnya : CPU, Monitor, Mouse, Keyboard dan Printer.  Pengenalan perangkat keras ini juga dilengkapi dengan penjelasan fungsi dari masing-masing alat dengan cara langsung dipraktekkan (learning by doing).
4.      Usia 7 – 8 tahun
Pada usia ini, pengenalan dunia IT sudah masuh pada tingkat program Program PAUD merupakan salah satu program prioritas Depdiknas. Karena pada masa usia PAUD 0-6 tahun adalah masa yang paling potensial untuk membangun dan menumbuhkembangkan potensi anak. Wujud dari upaya Depdiknas ini terlihat dari perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD, 50,03 persen dari 29,8 juta anak pada tahun 2008 dan 53,9 persen pada tahun 2009. APK PAUD formal maupun PAUD nonformal akhir tahun 2009 adalah baik yang dikelola Depdiknas maupun Departemen Agama. Depdiknas menargetkan APK PAUD sebesar 72 persen pada tahun 2014.
 Ditunjuknya Muhammad Nuh, yang sebelumnya sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, membawa angin segar bagi pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di bidang pendidikan. Melalui pemanfaatan TIK, target PAUD 2014 akan tercapai. Harapan yang terlalu besar ini kepada Menteri Baru, sudah barang tentu harus disertai dengan langkah-langkah bagaimana mempersiapkan TIK dalam Pendidikan Anak Usia Dini.
Donna Rice Hughes dalam bukunya “Kids Online: Protecting Your Children in Cyberspace”, 1998, menyatakan bahwa “Kita berada di garis-depan medan pertempuran untuk membuat internet aman untuk anak-anak kita.” Melalui buku ini setiap orangtua mendapat informasi dan menjadi rujukan yang berharga sewaktu mereka berjuang untuk membesarkan anak-anak di jaman digital.
Pengenalan teknologi informasi dan komunikasi kepada anak perlu didasari oleh teori perkembangan anak di usia 0-8 tahuan – 0-2 tahun, usia pembinaan orang tua; 2-4 tahun, usia pra sekolah; 4-6 tahun, usia sekolah formal; dan 6-8 tahun, usia persiapan pendidikan dasar. Perkenalan mengenai teknologi informasi setiap kategori usia dini berbeda.
Gap Generasi-Teknologi.
Biasanya anak-anak kita mengetahui jauh lebih banyak dari yang kita lakukan terhadap teknologi baru. Meskipun kita berusaha untuk mengatur settingan komputer kita, anak-anak kita mengklik hal yang menarik selama mereka berselancar di dunia maya, yang dulu mungkin belum ada sewaktu kita seusia mereka.
 Anak-anak kita telah banyak terpapar baik manfaat dan bahaya internet. Kolega saya bercerita – dari “sepuluh muridnya, ada 4 muridnya sangat keranjingan komputer”. Sulit baginya untuk mengatasinya, jangan sampai anak didiknya memperoleh bahaya daripada manfaatnya. Karena kolega saya juga mempunyai keterbatasan dalam penguasaan teknologi. 
Bagaimana kita mulai untuk menjembatani kesenjangan ini, sehingga kita akan dapat membantu anak-anak kita bersiap-siap untuk menggunakan “Teknologi Informasi Komunikasi sesuai dengan umurnya? Tantangan bagi keterlibatan dalam media global ini mungkin tampak lebih sulit daripada yang telah kita hadapi sebelumnya sebagai orangtua, guru, sekolah, penyelenggara TIK dan masyarakat.
 Apalagi, pada saat ini pemenuhan TIK mendapat perhatian dan dukungan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hamadoun TourĂ©, Sekretaris Jenderal ITU menyebutkan bahwa "ITU berkomitmen untuk menghubungkan dunia. Dan untuk mencapai tujuan ini, perangkat terjangkau harus dibuat tersedia bagi setiap orang di mana mereka berada untuk mengambil manfaat dengan mengakses pengetahuan informasi berbasis masyarakat
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, PBB memberikan Laptop gratis kepada peserta Konferensi Asia di Bangkok 2008, sebagai upaya untuk meningkatkan akses murah teknologi informasi dan komunikasi di seluruh dunia. Kita harus menyadari bahwa melalui Online, banyak manfaat yang dapat diperoleh anak-anak: Peluang pendidikan; Keterampilan membaca; Komunikasi; Hiburan; Dan lain-lain.
Namun, dengan hebatnya kemampuan Teknologi Informasi Komunikasi secara ‘Online’, sama seperti dengan industri cetak dan film; teknologi internet/online – anak-anak dapat menemukan beberapa hal yang tidak aman, konten yang berbahaya, dan kegiatan illegal di komunitas internet/online. Bahaya yang dimaksud antara lain: Distribusi pornografi; Seksual predator; Informasi yang salah dan pesan tersembunyi; Kehilangan privasi; Amoral; Pengembangan masa anak dari gangguan perilaku.
·         Dampak Negatif yang ditimbulkan
1. Efek radiasi monitor yang perlu diwaspadi.
2. Jarak pandang yang terlalu dekat dan pencahayaan yang kontras dapat mengganggu indera penglihatan anak.
3. Pengaturan waktu penggunaan komputer. Pada anak usia dini sebaiknya waktu penggunaan 1 – 2 jam sehari.
4. Bermain bersama teman sebaya perlu diperhatikan, sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan orang lain.

·         TIK Layak Anak
Untuk menyediakan TIK dalam PAUD yang layak anak perlu memperhatikan kesehatan dan keselamatan anak. TIK yang digunakan memperhatikan perkembangan anak. Selain itu pula TIK dalam PAUD memperhatikan waktu yang singkat (10-20 mnt (3thn), 40 mnt (8thn)), serta peralatan dan ruang yang cocok bagi anak.
Untuk menyediakan TIK dalam PAUD yang layak anak, harus memenuhi delapan prinsip untuk menentukan kesesuaian aplikasi TIK yang akan digunakan. Delapan prinsip dimaksud adalah (1) Pastikan tujuan pendidikan; (2) Mendorong kolaborasi; (3) Mengintegrasikan dengan aspek-aspek lain dari kurikulum; (4) Anak harus berada dalam kontrol; (5) Pilih aplikasi yang transparan dan intuitif; (6) Hindari aplikasi yang mengandung kekerasan; (7) Sadar akan isu kesehatan dan keselamatan; dan terakhir (8) Pendidikan mendorong ketertiban orang tua.
Sedangkan untuk menghindari komputer atau laptop di rumah terakses dengan alamat website yang tidak dikehendaki, karena berisi pornograpi. Pemerintah telah meluncurkan Nawala Project - yang berfungsi untuk memfilter konten yang tidak dikehendaki
interaktif, dimana anak sudah bisa berinteraksi dengan program aplikasi pembelajaran.
2.       Fungsi dan peranan ICT dalam lingkup PAUD
Dalam Era globalisasi sekarang ini, pemerintah sedang menggalakkan pentingnya pendidikan anak usia dini. Untuk menciptakan generasi-generasi yang lebih unggul, juga nantinya mampu bersaing tinggi kelak ketika mereka dewasa dan juga tidak melupakan nilai-nilai moral dan budaya bangsa Indonesia. Karena anak usia dini merupakan masa golden age. Dimana terbentuknya pertumbuhan dan perkembangan otak pada masa-masa usia dini sekitar 0-8 tahun mencapai 80% pertumbuhan dan perkembangan pada otak manusia. Ibaratnya sebuah spon mereka mampu dan cepat menyerap ilmu atau apapun yang mereka terima, yang diberikan lingkungannya pada masa pertumbuhan dan perkembanganya.
Akan tetapi kita tidak boleh melupakan tugas dan hak kewajiban anak yaitu bermain sambil belajar. Karena dengan suasana bermain seraya belajar tidak membuat anak merasa ditekan ataupun tertekan pada situasi dan kondisi mereka yang sedang mempelajari diri dan juga lingkungannya. Melainkan anak akan mendapat kemudahan pada proses belajar dalam suasana bermain, yang menyenangkan dan tanpa tekanan. Itulah sebabnya dikatakan dunia anak adalah dunia bermain.
Tidak bisa kita pungkiri  dalam segala bidang  TIK sudah menjadi kebutuhan pokok pada kehidupan kita. Termasuk dalam dunia pendidikan. TIK memiliki peran penting dalam sarana dan prasarana pembelajaran. Tujuan pembelajaran TIK pada anak usia dini adalah mengenalkan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk memudahkan anak usia dini dalam membantu proses belajar dengan cara yang menyenangkan, kreatif, imaginative dengan memakai TIK sebagai sumber belajar, seperti CD interaktif yang kini semakin banyak berkembang dalam modifikasi isi dari pembelajarannya. Contohnya : belajar berhitung, belajar membaca, mengenal huruf, mengenal warna, geometri, bentuk, juga mengenal lingkungan,binatang dan tumbuh-tumbuhan serta lain-lainnya. Ada pula games-games yang menyenangkan anak-anak tetapi juga syarat dengan pembelajaran seperti puzzle huruf. Sehingga yang tanpa disadari anak, mereka belajar banyak mengenal kosakata dalam bahasa inggris. Tau bagaimana berhitung. Yang pada masa sekarang ini banyak orang tua memaksakan anak belajar tanpa memikirkan kebutuhan dan hak dalam dunia anak yaitu bermain. Dengan adanya sarana dan prasarana TIK sebagai sumber belajar menjadikan pembelajaran menjadi lebih atraktif juga kreatif. Membuat anak menjadi lebih tertantang untuk bermain sambil belajar.
Anak-anak usia dini sangat cepat dan mudah sekali belajar seraya bermain, yang terkadang kita sebagai orang tua atau  juga sebagai pendidik anak usia dini. Tidak boleh melupakan pengawasaan dalam pembelajaran yang menggunakan sumber belajar TIK. Agar anak-anak tidak jauh melenceng dari pengenalan pembelajaran yang kita harapkan pada tujuan semula menjadikan TIK sebagai sumber belajar yang cocok dan pantas bagi anak usia dini. Karena sebagai mana kita tau. selain TIK memiliki dampak positif dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak dalam belajar, juga memiliki dampak negative jika kita kurang ataupun lengah terhadap pengawasan dalam pembelajaran yang menggunakan TIK. Oleh karena itu hendaknya segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan pembelajaran TIK, anak perlu pengawasan dan pembelajaran yang seimbang dengan jiwa dan kebutuhan pembelajaran, sehingga anak ataupun peserta didik tidak salah menggunakan pemanfaatan perkembangan teknologi pembelajaran.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa anak usia dini (0-6 tahun) adalah masa yang paling potensial untuk membangun dan menumbuhkembangkan potensi dalam diri anak. Pada usia dini ini juga anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat peka. Hal ini menjadi penting untuk dibahas oleh kita semua terutama pemerintah untuk menciptakan PAUD yang bermutu dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, menciptakan generasi yang unggul, berdaya saing tinggi dan tak melupakan nilai-nilai moral dan kebangsaan, juga dalam rangka mempersiapkan anak Indonesia yang sehat, mandiri, dan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka dari itu, pemerintah mencanangkan pembelajaran PAUD yang berbasis pada TIK.
Pembelajaran berbasis TIK ini merupakan model pembelajaran yang inovatif. Telah kita ketahui bahwa anak-anak usia dini cenderung memiliki sifat yang jenuh dan mudah bosan, sehingga dengan adanya pembelajaran yang berbasis pada TIK ini anak mungkin tidak akan merasa jenuh dan bosan lagi, karena banyak sekali tampilan-tampilan multimedia dan aplikasi-aplikasi lainnya yang membuat belajar anak menjadi menyenangkan. Sudah pasti ini akan membuat anak merasa tidak terbebani, akan tetapi malah membuat anak merasa tertantang untuk mencoba lagi dan tidak mudah menyerah untuk mengerkajan tugas apabila tugas yang diberikan dikemas dalam bentuk permainan. Anak juga akan merasa lebih percaya diri dan bersemangat jika ia berhasil membuat proyek atau membuat sesuatu menggunakan media komputer.
Anak usia dini memiliki rasa keingintahuan yang sangat tinggi dan ego yang luar biasa. Pembelajaran berbasis TIK ini sangat efektif untuk membangkitkan motivasi dan rasa keingintahuan anak yang tinggi. Akan tetapi, banyak orangtua yang ketakutan apabila rasa keingintahuan anaknya itu malah menjerumuskan anaknya ke jalan yang tidak benar sehingga ketakutan itu akan membuat orangtua lebih bersifat protektif terhadap anaknya bahkan sampai ada yang mengekang anaknya. Padahal sikap seperti ini justru bukan merupakan sikap yang efektif, karena kebanyakan anak-anak akan kehilangan kepercayaan dirinya dan menjadi minder terhadap dunia luar. Rasa keingintahuan anak yang tinggi itu memang harus dikontrol dengan ekstra tinggi, tetapi bukan dengan cara itu untuk membuat anak tidak terjerumus. Seharusnya para orangtua juga bersedia terlibat untuk belajar teknologi informasi, agar dapat membantu anak-anak mereka bersiap menggunakaan teknologi informasi yang sesuai dengan usia mereka.
Banyak orang berpendapat bahwa pembelajaran yang berbasis pada TIK ini kurang baik bagi pelajar, apalagi pelajar yang masih dibawah umur. Namun, banyak yang membuktian bahwa pembelajaran ini sangat bermanfaat bagi semua pihak, baik itu para pendidik, maupun peserta didiknya. Harus kita ketahui bahwa tujuan pembelajaran TIK pada anak usia dini adalah mengenalkan teknologi informasi dan komunikasi termasuk didalamnya pengenalan terhadap komputer. Pada tahap PAUD, anak masih dalam batas mengenalkan komputer, bagian dan fungsi komputer itu sendiri, menggunakan komputer dengan benar; seperti cara menghidupkan dan mematikan komputer, tertib menggunakan komputer. Pembelajaran sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak usia dini seperti perkembangan kognitif, afektif, maupun sosial-emosional.
a.       Perkembangan kognitif.
Dengan adanya pembelajaran ini, anak dapat belajar berhitung menggunakan aplikasi kalkulator yang ada pada komputer, mengenal bentuk geometri, mewarna, menggambar pemandangan yang disukai, mengelompokkan benda-benda yang sejenis, membuat cerita sederhana atau membuat kartu ucapan untuk teman atau orang-orang yang disayangi. Semua itu dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi-aplikasi yang terdapat pada komputer.
b.      Perkembangan afektif.
Misalnya : Suatu program didesain secara tepat dengan memberikan potongan clip suara atau video yang isinya menggugah perasaan.
c.       Perkembangan soaial-emosional.
Aspek yang lain yang dapat digali dalam pembelajaran komputer adalah bagimana ia berinteraksi dengan teman, latihan berbagi, bekerja sama. Hal ini bisa dilakukan oleh guru untuk mengkondisikan pembelajaran komputer secara bergantian, atau berkelompok untuk materi-materi yang membutuhkan problem solving.